Puisiku, Puisimu, Puisi kita semua



GAGAK PUTIH
Bunda...
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku kesakitan
Dia obati dengan penawar dan semangat
Dan bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun...
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu...

Bunda, sudah berapa kali aku melukaimu?
Pasti sudah hilang kan catatanmu?
Sedangkan aku masih memiliki catatan-catatan bodohku
Yang merasa telah kau kecewakan
Bicaralah Bunda
Jangan tersenyum seperti itu

Ah.. Kelu lidahku bila ingat salahku padamu
Kau berpeluh untukku
Tapi aku hanya bermain lalu kecapaian
Kini Bunda menangislah lagi untukku
Kristal-kristal lembut yang dulu menetes

Juga sering kau menghapus air mataku
Tapi aku?
Tak pantas kau memanggilku "nduk"
Aku adalah psikopat batinmu
Malaikatku


Bunda, aku rindu marahmu
Cubit lenganku lagi sampai berwarna merah
Merahkan juga telingaku dengan kritik tajammu
Lakukan saja apapun yang kau mau padaku
Kau injak kepalakupun kan kuserahkan dengan tersenyum

Bunda,walau dimatamu
Selamanya aku adalah ranting kecil
Yang kau khawatirkan patah ditiup angin
Dan kau cemaskan akan rapuh dan lemahku
Tapi sesungguhnya aku ingin merindang
Melindungimu dari sedih nestapa

Aku ingin berlebihan di hadapanmu
Untuk menutup kekuranganmu
Walau harus kupaksakan
Tapi tak apalah

Bunda...
Saat dewasaku
Tak ingin ku menjadi saksi beribu pilumu
Bunda...
Aku ingin kau senantiasa bahagia
Meski dalam sahaja
Tanpa lelaki tercinta
Yang biasa kusapa ayahanda
Hapus pilumu, bunda

Kutahu bunda
Tanganmu tak pernah lepas berharap untukku
Dalam setiap do'a yang kau panjatkan
Ku tahu bunda
Senyummu selalu menyapa dalam setiap kata cinta
Yang keluar dari lisanmu
Kutahu bunda
Mata hatimu selalu terjaga dalam setiap derapku


Andai aku dipanggilNya lebih dulu
Aku ingin selalu datang ke bumi setiap malam
Bergayu di sayap malaikat pembawa rahmat
Yang menjinjing beribu malam indah dari surga, untukmu
Ketika air matamu menetes diatas sajadah

Bunda...
Bicaralah
Aku bersimpuh meminta restumu
Lupa, maaf, dan ampun
Agar Tuhan mengampuniku
Bunda
Bangunlah

Garis senyum yang menghisai wajahmu
Jangan tersenyum seperti itu
Putih pucat menjadi kulitmu
Badan tegak tak bergerak
Dan berbaju kain putih itu
Bau surga yang mengiringimu
Selamat jalan Ibundaku...
Walau tangis pemberianku
Sebaris do'a dan pesanku untuk Tuhan

Tuhan
Sayangilah bundaku
Jadikan dia bidadari surgamu
Jangan kau sentuh dia dengan hukumanMu
Seperti kau menghukumku Tuhan

Sedih, Sesal, tiada arti
Nyanyian Bunda tidak ada lagi
Aku menyongsong hidup
Dingin tanpa atap


Penulis : INGGAR DWI NANDA ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Puisiku, Puisimu, Puisi kita semua ini dipublish oleh INGGAR DWI NANDA pada hari Wednesday, March 14, 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Puisiku, Puisimu, Puisi kita semua
 

0 komentar:

Post a Comment